Mahkamah Agung bergerak cepat setelah tuduhan penyuapan terhadap hakim dalam kasus Ronald Tanur terungkap
Kasus yang menimpa Gregorius Ronald Tanur kembali menjadi sorotan publik. Mahkamah Agung (MA) pun bergerak cepat di tengah-tengah kasus tersebut.
Kali ini, bukan karena Ronald kembali divonis bebas oleh Mahkamah Agung (MA), melainkan karena aparat penegak hukum justru menganulir vonis bebasnya dan mengungkap adanya dugaan suap terhadap tiga hakim yang mengadili kasusnya.
Ronald, putra mantan anggota parlemen Edward Tanur, pada awalnya dinyatakan tidak bersalah atas penyerangan dan pembunuhan terhadap kekasihnya Dini Sera Afriyanti (29), karena tidak terbukti melakukan hal tersebut.
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, yang terdiri dari Hakim Elintur Damanik dan dua hakim anggota, Mangapur dan Heru Hanindjo, memvonis bebas Ronald pada 24 Juli 2024.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) kemudian mengajukan banding atas putusan tersebut. Vonis bebas terhadap Ronald pun menuai kritik tajam dari masyarakat.
Akibatnya, ketiga hakim tersebut dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY), yang setelah ditelaah merekomendasikan agar ketiga hakim tersebut diberhentikan dari jabatannya karena terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Selang beberapa waktu kemudian, ketika polemik mulai mereda, sebuah kejutan muncul dari kasus yang menimpa Ronald.
Kejutan tersebut berawal dari informasi mengenai Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh tim dari Kejaksaan Agung.
Dalam operasi tersebut, tim penyidik menyita uang miliaran dari rumah masing-masing hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang mengadili perkara tersebut. Selain itu, agen Kejagung juga menangkap pengacara Ronald, Lisa Rahmat, di Jakarta.
Ketiga hakim yang diduga terlibat dalam penyuapan tersebut saat ini telah ditahan di Rutan Surabaya. Sementara itu, Lisa saat ini ditahan di Rutan Salemba, Jakarta Pusat.
Tidak lama setelah berita operasi tangkap tangan tersebut tersiar, dikabarkan bahwa Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan putusan bebas PN Surabaya terhadap Ronald. Sebaliknya, Mahkamah Agung menghukum Ronald dengan hukuman lima tahun penjara.
“Putusan Kabul jaksa-judex facti dibatalkan dan dakwaan alternatif kedua terbukti melanggar pasal 351 ayat 3 KUHP,” tulis MA dalam laman resminya pada Rabu (23/10/2024). Putusan tersebut diikuti dengan hukuman ‘pidana penjara selama lima tahun’.