PSI menyebutkan bahwa Kabinet Merah Putih baru bisa dievaluasi jika sudah beroperasi.
Presiden Prabowo Subianto telah melantik 109 anggota kabinetnya, tidak termasuk utusan dan staf khusus presiden.
Kabinet yang diberi nama Kabinet Merah Putih ini menjadi kontroversi karena beberapa pihak berpendapat bahwa jumlah orangnya terlalu banyak dan terlalu gemuk.
Dalam kaitan ini, I Putu Yoga Saputra, juru bicara Dewan Pimpinan Pusat Partai Solidaritas Indonesia (DPP PSI), mengatakan Kabinet Merah Putih di bawah Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Jibran Rakabumin Raka baru bisa diapresiasi jika sudah beroperasi.
Ia mengatakan asumsi mengenai komposisi kabinet yang gemuk tidak bisa menjadi kriteria penilaian.
“Komposisi kabinet yang disinyalir gemuk hari ini adalah bentuk implementasi visi Presiden dalam kerja ke depan, itu hak Prabowo,” katanya.
Menurut Yorga, PSI mengatakan bahwa evaluasi kabinet harus selalu didasarkan pada kinerja dan perlu waktu untuk membentuk kabinet.
“Penilaian baru bisa dilakukan secara obyektif ketika kabinet sudah bekerja,” kata Putu Yoga.
Dia menekankan bahwa semua pihak harus memberikan waktu kepada Prabowo-Jibran dan para menterinya untuk merealisasikan visi, misi, dan 17 program prioritas pemerintah.
“Tunda dulu keputusannya sementara kita memberikan pendapat kita tentang jalan ke depan bagi pemerintah”.
Rekonsiliasi
M Jamiluddin Ritonga, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, menilai Kabinet Merah Putih Prabowo – Gibran tidak sejalan dengan semangat reformasi birokrasi. Gemuknya Kabinet Merah Putih dapat membuat pemerintahan Prabowo – Gibran semakin tidak efisien.
“Hal ini karena kabinet yang gemuk cenderung memperpanjang dan mempersulit alur birokrasi. Ada kemungkinan besar terjadi tumpang tindih kewenangan dan, tentu saja, anggaran yang membengkak,” kata Jamiludin kepada Liptan6.com.
“Dengan kata lain, Kabinet Merah Putih tidak didesain untuk merealisasikan visi dan misi Prabowo-Gibran secara efisien dan efektif. Kesannya, Kabinet Merah Putih yang besar ini adalah kabinet rekonsiliasi untuk kepentingan bersama dari berbagai partai yang mengantarkan Prabowo ke kursi kepresidenan,” tambahnya.
Komposisi menteri Prabowo-Gibran juga jauh berbeda dengan kabinet Zaken yang sebelumnya diisukan oleh banyak elit partai Gerindra. Memang ada beberapa menteri yang memenuhi kriteria ahli dan profesional di bidangnya. Namun, ada juga banyak menteri yang kompetensinya dipertanyakan.
Tidak tepat.
“Seperti Muhaimin Iskandar, kompetensinya untuk menjadi Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat patut dipertanyakan. Demikian pula dengan Bahril Lahadia, kompetensi Bahril Lahadia di sektor energi dan sumber daya mineral sangat dipertanyakan. Bahkan Budi Ali Setiadi pun tidak cocok memimpin Kementerian Koperasi. Tentu saja, Mar’alal Sirait, Nusron Wahid dan Zulkifli Hasan bertanggung jawab atas sektor pangan.
“Dengan kata lain, sejumlah menteri yang ditunjuk tidak sesuai dengan kompetensinya. Hal ini bahkan lebih terlihat pada posisi wakil menteri. Tampaknya banyak orang yang tidak memiliki keahlian yang cukup untuk menjadi wakil menteri,” kata Jamiluddin.
Mantan dekan FIKOM Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta ini mengakui bahwa Kabinet Merah Putih hanya kalah telak dari Kabinet Dwikora II. Namun, diharapkan nasibnya tidak sesingkat kabinet keenam Presiden Sukarno itu.
“Kabinet Merah Putih tentunya diharapkan dapat bertahan selama lima tahun ke depan. Sebab, secara politik, para menteri dan wakil menteri yang bergabung dalam kabinet ini dapat dikatakan mewakili kekuatan politik di negeri ini”.