BURCHARRY.COM – Prabowo Subianto memaparkan pandangannya terkait hubungan antara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Gerindra saat peluncuran Koperasi Desa Merah Putih di Klaten, Jawa Tengah. Dalam kesempatan itu, ia mengibaratkan hubungan kedua partai seperti relasi kakak dan adik.
Mengacu pada semboyan Bung Karno, presiden pertama Indonesia, Prabowo mengungkapkan keinginan bersama untuk menyejahterakan bangsa. Ia juga sempat berinteraksi dengan Puan Maharani, Ketua DPR RI yang hadir di acara tersebut, seraya menyebut bahwa Bung Karno merupakan milik seluruh rakyat Indonesia.
Ia menyampaikan keyakinannya bahwa semua pihak memiliki tujuan yang sama yakni menjadikan Indonesia lebih baik, merdeka, dan mampu berdiri di atas kaki sendiri, sesuai dengan semangat sang proklamator. Sambil bercanda, ia menyebut Bung Karno “sebagai bapaknya juga” dengan menyapa Puan Maharani secara langsung.
Prabowo juga melontarkan humor tentang marhaenis yang ia klaim sebagai bagian dari dirinya, membuat para politisi PDIP yang hadir, termasuk Bambang Pacul dan Utut Adianto, tertawa. Sementara itu, ia menegaskan bahwa meskipun PDIP dan Gerindra berada di kubu berbeda dalam Pilpres 2024, hubungan mereka tetap erat seperti saudara. Ia juga mengaitkan hal ini dengan mazhab politik Barat yang menekankan adanya oposisi dalam demokrasi.
Menurutnya, meski aturan barat mengajarkan bahwa tidak boleh semua pihak bergabung dalam satu koalisi untuk menjaga sistem demokrasi, ia menganggap PDIP sebagai “saudara” meski berbeda pandangan politik.
Pendapat Pakar Mengenai Pernyataan Prabowo
Arya Fernandes, Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, memberikan analisis terkait pernyataan Prabowo. Ia menyebut bahwa pemerintahan Prabowo membutuhkan stabilitas politik serta dukungan besar untuk merealisasikan program-program besar seperti makan bergizi gratis dan koperasi Merah Putih yang menggunakan dana APBN dalam jumlah besar.
Dukungan politik dari DPR menjadi kunci keberhasilan program-program tersebut. Meskipun Prabowo telah mendapatkan dukungan signifikan dari berbagai fraksi lain, Arya berpendapat bahwa dukungan penuh dari PDIP masih belum tercapai karena ada kelompok internal yang menolak bergabung dengan pemerintahan. Kondisi ini membuat PDIP potensial untuk berbalik arah dan memberikan kritik yang dapat mengancam stabilitas politik dan ekonomi.
Strategi Prabowo menjaga hubungan baik dengan PDIP, menurut Arya, bertujuan untuk memastikan kelangsungan stabilitas politik, mengurangi risiko adanya kritik atau protes, serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintahannya.
Kondisi stabilitas ini, baik politik maupun ekonomi, menjadi sangat penting bagi Indonesia di tengah ketidakpastian global saat ini. Kekompakan politik di dalam negeri menjadi salah satu faktor utama dalam menjaga ekonomi tetap kuat dan adaptif terhadap tantangan global.
Memastikan stabilitas politik domestik tampaknya menjadi prioritas utama pemerintah Prabowo, khususnya dalam menjaga hubungan baik dengan PDIP. Hal ini dianggap penting karena jika politik tidak stabil, dampaknya bisa mengganggu kinerja ekonomi secara keseluruhan.
Arya berpendapat bahwa Prabowo telah lama berhasrat untuk melibatkan PDIP dalam pemerintahan. Namun, menurutnya, ada sejumlah faktor yang menyebabkan PDIP belum sepenuhnya bergabung dalam koalisi.
Sejak awal, Prabowo memiliki keinginan kuat memasukkan PDIP ke dalam kabinet dan tampaknya terus berupaya melobi partai tersebut. Meski demikian, ada beberapa aspek atau faktor tertentu yang membuat PDIP masih belum sepenuhnya bergabung. Bahkan, meskipun Puan Maharani menunjukkan keinginan agar PDIP menjadi bagian dari koalisi, hambatan tertentu tetap ada.
Dalam sebuah acara peresmian Koperasi Desa Merah Putih di Klaten, Jawa Tengah, Prabowo sempat menyampaikan bahwa hubungan antara Gerindra dan PDIP diibaratkan seperti kakak dan adik. Acara itu sendiri diadakan sehari setelah dirinya menghadiri Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Solo.
Merujuk kembali pada komentar Arya, ia juga mengatakan bahwa Prabowo ingin menjaga keseimbangan hubungan politiknya baik dengan PSI maupun PDIP. Situasi ini bahkan digambarkannya serupa dengan cinta segitiga.
Arya menambahkan bahwa Prabowo berusaha tetap dekat dengan kedua pihak, meskipun ia mengetahui adanya ketegangan politik antara PDIP dan PSI—khususnya konflik personal antara Megawati dan Jokowi. Namun demikian, Prabowo membutuhkan keduanya untuk menjaga stabilitas politik.
Baginya, posisi semacam ini menjadi seperti buah simalakama: terlalu dekat dengan Jokowi atau PSI bisa membuat Megawati dan PDIP menjauh, sedangkan mendekatkan diri kepada Megawati bisa merenggangkan hubungan dengan Jokowi dan PSI.
Baca Juga : Prabowo Menggelar Rapat KEK: Investasi Tembus Rp 90 Triliun, Tenaga Kerja Terserap 47 Ribu Orang