Dari Pada Menaikkan PPN, Prabowo Lebih Baik Memperluas Basis Pajak di Sektor Ini
BURCHARRY.COM – Pemerintah berencana untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai Januari 2025. Rencana ini, yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), menuai banyak penolakan dari masyarakat. Kenaikan tarif ini memunculkan kekhawatiran akan lonjakan harga dan penurunan daya beli.
Kenaikan PPN diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara, dengan Kementerian Keuangan memperkirakan potensi penerimaan sebesar Rp 75 triliun. Namun, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dinilai masih memiliki peluang lebih besar untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dari sektor lain. Laporan dari Center of Economic and Law Studies (Celios) menyatakan, “Pemerintah sebenarnya memiliki banyak cara untuk meningkatkan potensi pajak melalui pendekatan yang lebih progresif. ”
Sebagai alternatif, alih-alih menaikkan PPN, pemerintah dapat mempertimbangkan penerapan pajak yang menargetkan kekayaan orang-orang kaya di Indonesia. Melalui langkah ini, diharapkan negara bisa mendapatkan tambahan pendapatan sebesar Rp 81,6 triliun.
Selain itu, pajak karbon yang hampir siap diterapkan juga menawarkan potensi penerimaan hingga Rp 69 triliun. Pemerintah juga bisa mengenakan pajak windfall profit dari sektor bisnis yang mengalami lonjakan harga, seperti batu bara yang diperkirakan dapat menyumbang sekitar Rp 47 triliun.
Peningkatan pajak penghasilan (PPh) Badan secara progresif juga menjadi opsi yang dapat dipertimbangkan untuk memaksimalkan pendapatan. Selain itu, pemerintah diharapkan dapat menutupi kebocoran pajak di sektor digital dan dari pajak sawit, yang diestimasi mencapai Rp 300 triliun. Menurut laporan Celios, “Langkah-langkah pajak ini jauh lebih adil dan tidak langsung membebani masyarakat berpenghasilan rendah. ”
Dalam laporan lain, Direktur Hukum Celios, Mhd Zakiul Fikri, menegaskan bahwa pemerintah seharusnya mengevaluasi dan membatalkan kenaikan PPN. Salah satu solusinya adalah mendorong inisiasi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menghapus perintah kenaikan PPN dalam UU HPP yang ditetapkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Dia menambahkan bahwa keberadaan Perppu dalam konteks regulasi di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir bukanlah hal yang asing. “Selama pemerintahan sebelumnya, telah diterbitkan delapan jenis Perppu dengan berbagai alasan mendesak,” tuturnya.
Baca Juga : PPN 12% Ditolak di Berbagai Kalangan: Apakah Prabowo Bisa Mencabutnya?