
BURCHARRY.COM – Ahli hukum Prof Juanda dari Universitas Esa Unggul Jakarta memberikan pandangannya terkait gugatan Yayasan Citta Loka Taru terhadap Presiden Prabowo Subianto yang dituduh tidak memberhentikan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto. Menurut Juanda, kewenangan mengangkat atau memberhentikan menteri merupakan hak prerogatif presiden yang jelas diatur oleh konstitusi dan undang-undang yang berlaku.
Juanda menjelaskan bahwa saat ini tidak ada indikasi perbuatan melawan hukum dari pihak Prabowo. Hal ini sejalan dengan UU Nomor 61 Tahun 2024 yang memuat perubahan UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara serta UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Juanda menyatakan tidak ditemukan unsur pelanggaran hukum oleh presiden terkait keputusan tidak memberhentikan Yandri Susanto, meskipun MK telah memberikan putusan terkait sengketa Pilkada Kabupaten Serang beberapa waktu lalu.
Potensi perintah untuk memberhentikan Yandri dari jabatan Menteri Desa dan PDT juga tidak tercantum dalam putusan MK atau diktumnya. Keputusan MK menyoroti dugaan bahwa Yandri terlibat dalam suatu tindakan masif, terstruktur, dan sistematis demi memenangkan istrinya di Pilkada Serang, namun tidak ada kewajiban bagi presiden untuk memberhentikan Yandri.
Prof Juanda, yang juga merupakan pendiri TREAS Constituendum Institute, berpendapat bahwa ulang suara (PSU) Pilkada Serang menjadi tantangan bagi Yandri. PSU ini menjadi kesempatan untuk membuktikan bahwa kemenangan pasangan nomor urut 2, Ratu Rachmatuzakiyah dan Muhammad Najib Hamas, bukan hasil dari intervensi Yandri.
Apapun hasil PSU pada 19 April 2025, Juanda berpendapat bahwa adanya hubungan antara putusan MK dan dugaan pelanggaran hukum karena presiden tidak memberhentikan Yandri sebagai Mendes PDT adalah lemah dan sulit diterima secara hukum. Menurut Juanda, mengukur kerugian bagi masyarakat akibat tindakan presiden tersebut agak sulit tanpa adanya bukti konkret.
Juanda menekankan bahwa mengangkat atau memberhentikan menteri adalah hak prerogatif presiden yang tidak dapat dijadikan objek gugatan atas dugaan pelanggaran hukum. Jika gugatan tersebut diterima oleh PTUN, hal ini akan mengurangi dan mereduksi wewenang presiden yang diberikan oleh konstitusi.
Juanda juga menyatakan jika tindakan presiden dianggap melawan hukum dalam konteks hak prerogatif, maka PTUN mengabaikan konstitusi. Ramalan Juanda adalah gugatan dari Lokataru tidak akan diterima, karena dasar hukum yang diajukan sangat lemah. Menurutnya, tindakan tidak memberhentikan Yandri sebagai Mendes dan PDT lebih sesuai dengan konstitusi serta aturan pemerintahan yang baik.
Sebagai informasi tambahan, gugatan terhadap Prabowo terdaftar di PTUN oleh sebuah organisasi sipil. Gugatan tersebut menyangkut keputusan Prabowo yang tidak memberhentikan Yandri dari jabatannya. Berdasarkan situs SIPP PTUN, perkara dengan nomor 130/G/TF/2025/PTUN.JKT didaftarkan pada tanggal 16 April oleh Yayasan Citta Loka Taru dengan Presiden Republik Indonesia sebagai tergugat.
Baca Juga : Prabowo Menyongsong Penyelesaian Paradoks Indonesia dengan Pendekatan Tenang dan Teratur